KERINCI, JAMBI - Isu kecurangan dalam proses kelulusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh berhembus kencang. Bahkan telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat adanya transaksional saat rekrutmen sebagai tenaga pendidik tersebut.
Potensi dan indikasi adanya permainan di bawah meja itu kian menguat karena adanya kejanggalan - kejanggalan yang terjadi.
Parahnyanya lagi, beredar informasi peserta tes dimintai uang yang nilainya sungguh fantastis berkisar antara Rp.40 juta hingga Rp.80 juta
Menanggapi isu tersebut, penggiat anti korupsi Kerinci dan Sungai Penuh, Syafri menyayangkan akan kabar miring tersebut. Bahkan ia meminta secara tegas kepada penegak hukum untuk mendalami isu - isu yang sudah menjadi rahasia umum di tengah masayarakat itu.
"Ia, kita meminta kepada penegak hukum agar mendalami akan adanya dugaan praktek suap dalam perekrutan PPPK, siapa pun orangnya harus tanpa pandang bulu, " ungkap syafri kepada awak media.
Sebab, kata Syafri lagi, jika isu dan dugaan suap benar terjadi, tentu merugikan peserta didik dan para peserta tes PPPK yang sudah lama mengabdi sebagai tenaga honorer.
"Peserta didik dirugikan dikarenakan sebagian yang lulus dengan cara tidak benar akan berdampak pada mutu pendidikan. Selain itu juga merugikan hononer yang sudah belasan tahun mengabdi dan sudah punya pengalaman dalam mengajar, " ungkap Syafri menambahkan
Diberitakan sebelumnya, ratusan peserta seleksi dibuat meradang kerena merasa dicurangi dengan hasil pengumuman yang ditandatangani oleh Sekretaris daerah, Kepala BKSDM dan kepala dinas Pendidikan kabupaten Kerinci.
Pasalnya nilai hasil ujian seleksi PPPK yang mereka peroleh dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang bersertifikat malah terjun bebas setelah hasil ujian itu diumumkan Pemerintah Kabupaten Kerinci, Rabu (22/12/2023).
Data yang dihimpun, awal polemik bermula dari nilai 70 persen Computer Assisted Test (CAT) para peserta berkurang setelah adanya 30 persen nilai Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) dari pemerintah daerah.
Alhasil, mereka menuding adanya permainan di bawah meja yang dilakukan oleh pihak terkait. Hal itu terdeteksi setelah para peserta yang mengantongi nilai CAT tinggi tiba - tiba tidak lulus, sedangkan peserta yang mengantongi CAT rendah tapi berhasil lulus seleksi. (Sony)